Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA)
Pada saat sekarang ternyata masih ada orang yang
belum faham apa itu ahlus sunnah wal jama'ah (ASWAJA) dan bagaimana ahlus
sunnah wal jama'ah (ASWAJA).
Kalau membahas secara mendetail apa dan bagaimana itu
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA) memang sangat panjang dan untuk menulisnya
membutuhkan banyak waktu,karna itu saya mencoba mencari tulisan mengenai Ahlus
Sunnah Wal Jama'ah di beberapa Situs Blogger Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dan
akhirnya saya menemukannya.
Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA)
Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah
ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .
* Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok
atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh
para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat ( Tasawwuf
dan Akhlaq ) .
* Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah :
Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah
Asya’iroh dan Maturidiyah.
Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus
bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena
pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang
teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan
golongan Asya’iroh dengan nama Ahli sunnah Wa Al Jamaah hanyalah skedar
memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal
Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang
komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal
jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah,
musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan;
bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’
Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang
berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal
jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah
SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah
dan tasawwuf.
II. Pengertian Sunnah dan ajaran-ajarannya
Kalimat Sunnah secara etimologi adalah Thoriqoh (
jalan ) meskipun tidak mendapatkan ridlo. Sedangan pengertian Sunnah secara
terminlogi yaitu nama suatu jalan yang mendapakan ridlo yang telah ditempuh
oleh Rasulullah SAW, para khulafa’ al Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Seperti
yang telah disabdakan oleh Nabi :
عَلَيكُمْ بِسُنَّتيِ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ
مِنْ بَعْدِي
Ikutilah tindakanku dan tindakan para
khlafaurrosyidin setelah wafatku.
Sedangkan pengertian kalimat Jamaah adalah golongan
dari orang-orang yang mempunyai keagungan dalam Islam dari kalangan para
Sahabat, Tabi’in dan Atba’ Attabi’in dan segenap ulama’ salaf As solihin.
Setiap ajaran yang berdasarkan pada Usul Al syari’ah
dan Fur’nya dan pernah dikerjakan oleh para nabi dan Sahabat sudah barang tentu
merupakan ajaran yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wa aal jamaah seperti :
Shalat Tarawih, witir, baca shalawat, ziarah kubur, mendo’akan orang yang sudah
mati dll.
III. Definisi Bid’ah
Bid’ah dalam ma’na terminologi ( Syara’) menurut
syaih Zaruq dalam kitabnya Iddah Al Marid yaitu semua perkara baru dalam agama
yang menyerupai salah satu dari bentuk ajaran agama namun sebenarnya bukan
termasuk dari bagian agama, baik dilihat dari sisi bentuknya maupun dari sisi
hakikatnya. Dan pekara tersebut berkesan seolah-olah bagian dari jaran Islam
seperti : membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan Shalat dengan diiringi alat-alat
musik yang diharamkan, keyakinan kaum mu’tazilah, Qodariyah, Syi’ah, termasuk
pula paham-paham liberal yang marak akhir-akhir ini. Karena berdasarkan pada
Ayat Al-Qur’an :
" وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ
عِنْدَ البَيْتِ الاَّ مُكاَءً وَتَصْدِيَةً " الانفال 35
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak
lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan
kekafiranmu itu. QS: Al Anfal 35
Dan Hadits Nabi yang berbunyi:
عن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي الله عنها قالت :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :" مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ
مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ".
Dari A’isyah RA. Rasulullah bersabda : barang siapa
menciptakan hal baru dalam urusanku yang bukan termasuk dari golongan urusanku
maka akan tertolak.
HR. Bukhari dan Muslim
Kalimat أحدث
dalam Hadits diatas mengandung pengertian menciptakan dan membuat-buat suatu
perkara yang didasari dari hawa nafsu. Sedangkan kalimat أمرنا mengandung suatu pengertian agama dan Syari’at yang telah di
Ridlohi oleh Allah SWT.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah Hadits :
وروى مسلم في صحيحه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان
يقول في خُطبَتِهِ : " خَيرُ الحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ, وَخَيرُ الهَدىِ هُدَى
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم, وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلُّ مُحْدَثةٍ
بِدعَةٌ, وَكُلُّ بِدعَةٍ ضَلَالَةٌ" ورواه البيهقي وفيه زيادة " وكل ضلالة
في النار"
Rosululloh bersabda: “ paling bagusnya Hadits adalah
Kitabnya Allah, dan paling bagusnya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW,
dan paling jeleknya perkara adalah semua perkara yang baru, dan setiap perkara
yang baru adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat”. HR. Muslim dan juga
diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan tambahan kalimat “ setiap perkara sesat
menempat dineraka” .
Dari adanya dua Hadits diatas para ulama’ menjelaskan
bahwa secara prinsip, bid’ah adalah berubahnya Suatu hukum yang disebabkan
karena meyakini suatu perkara yang bukan merupakan bagian dari agama sebagai
salah satu bagian dari agama, bukan berarti setiap perkara baru lantas
dikategorikan bid’ah, karena banyak hal baru yang sesuai dengan Usul Al Syar’ah
dan tidak dikategorikan bid’ah, atau hal-hal baru yang sesuai dengan Furu’ Al
Syari’ah yang masih mungkin di tempuh dengan jalan Analogi atau qiyas sehingga
tidak termasuk kategori Bid’ah . berarti tidak semua ritual yang baru
serta-merta dikategorikan sebagai perbuatan bid’ah seperti ritual tahlil tujuh
hari,40 hari dan seratus hari dari kematian mayat, ziarah kubur, tawassul,
mendoakan orang mati dll.
Imam Muhmmad Waliyuddin As Syabsiri dalam Syarah
Arba’n Nawawi mengupas pengertian Hadits Nabi yang berbunyai :
مَنْ أَحدَثَ حَدَثًا اَوْ آوَى مُحدثًا فَعَليهِ لَعْنَةُ
اللهِ
Barang siapa menciptakan perkara baru atau melindungi
pencipta perkara baru mak dia berhak mendapatkan laknat Allah.
Hadits tersebut diatas memasukkan berbagai bentuk
bentuk bid’ah seper Aqad fasid, memberi hukum tanpa Ilmu, penyelewengan dan
semua hal yang tidak sesuai dengan syari’at. Namun apabila perkara baru itu
masih sesuai dengan qonun syari’at maka tidak termasuk kategori bid’ah seperti
menulis mushaf, meluruskan madzhab, menulis ilmu nahwu ,Khisab dll.
Syaih Izzuddin ibni Abdis Salam menggolongkan perkara
baru ( Bid’ah ) menjadi lima hukum yaitu :
1. Bid’ah wajib seperti : mempelajari ilmu nawu, dan
lafad-lafad yang ghorib dalam Al-Qur’an dn Hadits dan semua disiplin ilmu yang
menjadi perantara untuk memahami syari’at.
2. Bid’ah Haram seperti : Faham Madzhab Qodariah,
Jabariah dan Mujassimah.
3. Bid’ah Sunnah Seperti : Mendirikan Pondok,
Madrasah dan semua perbuatan baik yang tidak pernah ditemukan pada masa dahulu.
4. Bid’ah Makruh Seperti : Menghias MAsjid dan
Al-Qur’an.
5. Bid’ah Mubah seperti : Mushofahah (Jabat tangan)
setelah Shalat Subuh dan Ashar dll.
IV. Kriteria penggolongan Bid’ah
Dalam menggolongkan perkara baru yang menimbulkan
konsekwensi hukum yang berbeda-beda, Ulama’ telah membuat tiga kriteria dalam
persoalan ini .
1. Jika perbuatan itu mempunyai dasar yang kuat
berupa dalil-dalil syar’i, baik parsial ( juz’i ) atau umum, maka bukan
tergolong bid’ah, dan jika tidak ada dalil yang dibuat sandaran, maka itulah
bid’ah yang dilarang.
2. Memperhatikan apa yang menjadi ajaran ulama’ salaf
( Ulama’ pada abad I,II dan III H , jika sudah diajarkan oleh mereka, atau
memiliki landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka perbuatan
itu bukan tergolong Bid’ah.
3. Dengan jalan Qiyas. Yakni mengukur perbuatan
tersebut dengan beberapa amaliah yang telah ada hukumnya dari Nash Al-Qur’an
dan Hadits. Apabila identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan baru itu
tergolong Bid’ah yang diharamkan. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib,
maka tergolong perbuatan baru yang wajib. Dan begitu seterusnya.
V. Hal-hal baru yang tidak tergolong Bid’ah
Dari pengertian Bid’ah diatas, memberikan suatu
natijah atau kesimpulan bahwa ada sebagian amal Bid’ah yang sesuai dengan
syari’at dan justru ada yang hukumnya sunnat dan fardlu kifayah. Oleh sebab itu
Imam Syafi’i berkata :
" ما أَحْدَثَ وَخَالَفَ
كِتَابًا اَو سُنَّةً او إِجمَاعًا او أثرًا فهو البِدْعَةُ الضَّالَّةُ, وَمَا أحْدَثَ
مِنَ الخَيرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيئًا من ذلك فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُودَةُ
"
“ Perkara baru yang tidak sesuai dengan Kitab
Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar sahabat termasuk bid’ah yang sesat, dan
perkara baru yang bagus dan tidak bertentangan dengan pedoman-pedoman tersebut
maka termasuk Bid’ah yang terpuji “
1. Ziarah kubur.
Tidak diragukan sama sekali, bahwa hukum berziarah ke
makam kerabat atau auliya’ adalah sunnah, dan hal ini telah disepakati oleh
semua ulama’. Terdapat banyak Hadits yang menjelaskan kesunnahan ziarah kubur,
diantaranya adalah :
عن بريدة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " قَدْ
كُنْتُ نَهَيتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمدٍ فيِ زِيَارةِ
قَبرِ أُمِّهِ فَزُورُهَا فإنَّهَا تُذَكِّرُ الآخرةَ. رواه الترمذي
“ dari Buraidah. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda
“ saya pernah melarang kamu berziarah kubur, tetapi sekarang Muhammad telah
diberi izin untuk berziarah kemakam ibunya. Maka sekarang berziarahlah ! karena
perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat. HR. Al Thirmidzi
Ziarah kubur juga sunnah mu'akkad dilakukan di makam
Rasulullah SAW dan juga makam para nabi yang lain, bahkan ada sebagian ulama'
yang mewajibkan ziarah kubur kemakam Rasulullah SAW bagi orang yang mendatangi
kota madinah. Namun sebaiknya ketika seseorang hendak melakukan ziarah ke makam
Rosul hendaklah niat ziarah ke masjid Nabawi dan setelah itu baru melaksanakan
ziarah ke makam Rosul dengan cara mengucapakan kalimat " السَّلاَمُ عَلَيكَ يَا رَسُولَ الله " dengan sura
pelan dan penuh tata karma. Tersebut dalam sebuah Hadits:
مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَمَاتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي
حَيَاتِي } رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ ، وَابْنُ مَاجَهْ ،}
Barang siapa berziarah padaku setelah wafatku, maka
seakan akan dia berziarah padaku pada masa hidupku
مَنْ زَارَ قَبْرِي وَجَبَتْ لهُ شَفَاعَتِي عن ابن عمر
رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال
:"Dari Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah bersabda : barang siapa
berziarah kemakamku, maka pasti akan mendapatkan Syafa'at ( pertolongan )
ku" HR. Al Thobroni
2.Tawassul.
Kalimat Tawassul secara bahasa adalah upaya
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wasilah artinya adalah sesuatu yang
dijadikan Allah SWT. Sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dan pintu menuju kebutuhan yang diinginkan. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا
إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada
jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
QS: Al Maidah : 35
Dengan demikian, tawassul tidak lebih dari sekedar
upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan wasilah adalah sebagai media
dalam usaha tersebut. Tujuan utamanya tidak lain adalah mendekatkan diri kepada
Allah SWT, tidak ada sedikitpun keyakinan menyekutukan Allah SWT.( Syirik ).
Kebolehan Tawassul juga telah disebutkan oleh Nabi
dalam Haditsnya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ," تَوَسَّلُوا بِي
وَبِأَهْلِ بَيتيِ الىَ اللهِ فإنَّهُ لَا يُرَدُّ مُتَوَسِّلٌ بِنَا"
" Rasulullah SAW bersabda : Bertawassullah
kalian dengan aku dan dengan para keluargaku, sesungguhnya orang yang
bertawassul dengan aku tidak akan ditolak"( HR.Ibnu Hibban )
3. Tabarruk ( Mencari Berkah )
Secara Etimologi kata berkah berarti tambah,
berkembang. Selanjutnya kata barokah digunakan dalam pengertian bertambahnya
kebaikan dan kenuliyaan. Jadi Barokah adalah rahasia dan pemberian Allah SWT
yang dengannya akan bertambah amal- amal kebaikan., mengabulkan keinginan,
menolak kejahatan dan membuka pintu menuju kebaikan dengan anugrah Allah SWT.
Dari pengertian ini barokah adalah bagian dari rahmat dan anugerah Allah SWT.
Allah SWT berfirman :
وَجَعَلَنيِ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنْتَ. مريم 31
" Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati
dimana saja aku berada " QS : maryam 31
"رَحَمْةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
عَلَيكُم أَهلَ البَيتِ "هود 73
" Rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan
atas kamu, hai ahlul bait !
Para ulama' telah banyak membicarakan hukum mengambil
barokah, dan berkesimpulan bahwa mengambil barokah dari orang , tempat atau
benda hukumnya adalah boleh dengan syarat tidak dilakukan dengan cara-cara yang
menyimpang syari'at Allah SWT.
Berikut adalah dalil-dalil kebolehan mengambil berkah
:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ
يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ
آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً
لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ. البقرة 248
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka:
"Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu,
di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga
Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.QS: Al-Baqarah
248
عن ابن جدعان: قال ثابت لأنس رضي الله عنه : أَمَسَسْتَ
النبيَ صلى الله عليه وسلم قال نَعَمْ فَقَبَّلَهَا . رواه البخاري
" Dari Ibnu Jad'an, berkata Tsabit kepada Anas
ra : Apakah tanganmu pernah menyentuh Nabi SAW ? Anas menjawab : ya, maka
Tsabit menciumnya ". HR. Bukhori
Diriwayatkan oleh Al Khotib dari Ali dari Maimun,
berkata : aku mendengar Imam Syafi'I berkata : " sesungguhnya aku
mengambil barokah dari Abu Khanifah dan aku mendatangi makamnya setiap hari,
maka jika aku mempunyai hajat, aku shalat dua rakaat dan mendatangi makam Abu
Hanifah lalu berdo'a meminta kepada Allah SWT. Tidak lama kemudian hajatku
terpenuhi".
Kesimpulannya, mengambil barokah dari orang-orang
yang shaleh adalah perbuatan yang terpuji. Apa yang dilakukan oleh para sahabat
Nabi serta pengukuhan dari Rasulullah SAW cukup untuk dijadikan sebagai dalil.
4. Selamatan & Berdo'a untuk orang mati
Ritual mendoakan orang mati sudah biasa dilakukan
bahkan sudah menjadi adat orang jawa setiap kali ada salah satu keluarga yang
meninggal mereka mengadakan selamatan dihari ke-7 atau ke-40 dari kematian
keluarganya dengan mengundang tetangga setempat dan dimintai bantuan untuk
membaca surat Yasin, Tahlil dan berdo'a untuk mayat.
Hal tersebut diatas diperbolehkan menurut Syari'at,
bahkan bagian dari amal ibadah yang pahalanya bisa sampai kepada yang
meninggal. Bukankah bacaan Al-Qur'an, Tahlil dan bersedekah, menyajikan suguhan
untuk para tamu adalah bagian dari amal Ibadah. Dalam sebuah Hadits dinyatakan
:
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه, أَنَّ النَبِيَّ صلى عليه وسلم
سُئِلَ فقال السَائِلُ يا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنَحُجُّ
عَنهُمْ وَنَدْعُو لَهُمْ هَلْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ ؟ قَالَ : نَعَمْ إنَّهُ لَيَصِلُ
إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُونَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بالطَّبْقِ إذاَ
أُهْدِيَ إِلَيْهِمْ. رواه ابو حفص العكبري
Dari Anas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya
seseorang: " wahai Rasulullah SAW, kami bersedekah dan berhaji yang
pahalanya kami peruntukkan orang-orang kami yang telah meninggal dunia dan kami
berdoa untuk merek, apakah pahalanya sampai pada mereka ? Rasulullah SAW
menjawab : Iya, pahalanya betul-betul sampai kepada mereka dan mereka sangat
merasa gembira sebagaimana kalian gembira apabila menerima hadiah. HR. Abu
Khafs Al Akbari.
VI. Sekilas Pembaharuan Agama
Ketika keintelektualan lebih mengedepankan nafsu
serta semangat yang menggebu-gebu dengan dalih memurnikan agama tanpa disertai
dengan pemahaman agama secara benar, maka yang terjadi justru pembaharuan-
pembaharuan yang menyimpang dari ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. pada pembahasan ini akan mengetengahkan pembaharu-pembaharu ( Mujaddid)
Islam yang telah melakukan banyak penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
1. Faham Ibnu Taimiyah
Di akhir masa 600 H, muncullah seorang laki-laki yang
jenius yang telah banyak menguasai berbagai jenis disiplin ilmu, dialah
Taqiyuddin ahmad bin Abdul Hakim yang dikenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Ia
dilahirkan di desa Heran, sebuah desa kecil di Palestina. Ia hidup sezaman
dengan Imam Nawawi salah satu ulama; terbesar madzhab Syafi'i.
Ia merupakan sosok pribadi yang memiliki karakter
pemberani, yang selalu mencurahkan segala sesuatu untuk madzhabnya, dengan
keberanian yang ia miliki, ia telah menemukan hal baru yang sangat tabu dan
jauh dari kebenaran, karena yang menjadi dasar pendiriannya ialah mengartikan
ayat-ayat dan hadits-hadits nabi Muhammad yang berkaitan dengan sifat-sifat
tuhan menurut arti lafadznya yang dlohir, yakni hanya secara harfiyah saja,
oleh sebab itu menurut Ibnu Taimiyah " Tuhan itu memiliki muka, tangan,
rusuk dan mata, duduk bersila, dating dan pergi, tuhan adalah cahaya langit dan
bumi karena katanya semua itu disebut dalam Al Qur'an".
Kontroversi yang ia ucapkan tidak hanya terbatas pada
permasalahan ilmu kalam, melainkan juga menyinggung beberapa permasalahan ilmu
fiqih :
* Bepergian dengan tujuan ziarah ke makam Nabi
Muhammad SAW setelah beliau wafat hukumnya maksiat
* Talak tiga tidak terjadi ketika diucapkan dengan
sekaligus ( hanya jatuh satu )
* Seorang yang bersumpah akan mencerai istrinya ,
lalu ia melanggar sumpahnya, maka perceraian itu tidak terjadi.
2. Faham Wahabi
Pada pertengahan kurun ke 12 muncul seorang yang
bernama Muhammad bin Abdul Wahab yang berdomisili di Najd yang termasuk kawasan
Hijaz, ia dilahirkan pada tahun 1111 H, dan meninggal pada tahun 1207 H. pada
mulanya ia memperdalam ilmu agama dari ulama'-ulama; ahli sunnah di makkah dan
madinah termasuk diantaranya adalah syaih Muhammad Sulaiman Al Kurdi dan syaih
Muhammad Hayyan Assindi, diantara guru yang pernah mengajarkan ilmu kepadanya,
jauh sebelum ia membuat pergerakan telah berfirasat kalau disuatu hari nanti ia
tergolong orang yang sesat dan menyesatkan, itupun akhirnya menjadi kenyataan,
firasat ini juga dirasakan oleh ayah dan saudaranya ( Syeh Sulaiman ).
Muhammad bin Abdul Wahab pada masa mudanya banyak
membaca buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan pemuka-pemuka lain yang sesat,
sehingga ahirnya membangun faham Wahabiyah yang terpusat ditanah Hijaz sebagai
penerus tongkat estafet dari ajaran Ibnu Taimiyah, bahkan lebih extrim dan
radikal daripada Ibnu Taimiyah sendiri, sebab ia sangat mudah memberikan label
kafir kepada setiap orang yang tidak mau mengikuti fahamnya. Langkah yang ia
tempuh dalam mengembangkan fahamnya ialah dengan memberikan tambahan- tambahan
baru dari ajaran Ibnu Taimiyah yang semula dianutnya.
* Poin-poin dasar faham wahabiyah
1. Allah adalah suatu jisim yang memiliki wajah,
tangan dan menempat sebagaimana mahluq juga sesekali naik dan turun ke bumi.
2. Mengedapankan dalil Naqli daripada dalil aqli
serta tidak memberikan ruang sedikitpun pada akal dalam hal-hal yang berkenaan
dengan agama ( keyakinan)
3. Mengingkari Ijma' ( Konsensus )
4. Menolak Qiyas ( Analogi )
5. Tidak memperbolehkan Taqlid kepada Ulama'
Mujtahidin dan mengkufurkan kepada siapapun yang taqlid kepada mereka
6. Mengkufurkan kepada ummat Islam yang tidak sefaham
dengan ajarannya
7. Melarang keras bertawassul kepada Allah melalui
perantara para Naabi, Auliya' dan orang- orang sholeh
8. Memvonis kafir kepada orang yang bersumpah dengan
menyebut nama selain Allah
9. menghukumi kafir kepada siapa saja yang bernadzar
untuk selain Allah.
10. Menghukumi kafir kepada secara muthlak kepada
siapapun yang menyembelih disisi makam para nabi atau orang-orang Sholeh.
Perkembangan ajaran Wahabiyah yang disinyalir melalui
cendekiawan-cendekiawan pada akhirnya juga sampai di tanah air kita Indonesia,
hal ini diawali dengan maraknya pergerakan-pergerakan diawal abad ke-20 yang
bertopeng keagamaan.
Diawali dengan terbentuknya organisasi Wathoniyah
pada tahun 1908 M. kemudian disusul organisasi Serikat Islam pada tahun yang
sama, hanya saja berkecimpung dalam masalah perdagangan. Dan puncaknya
dibentuklah sebuah ormas pada tanggal 18 Desember 1912 oleh seorang cendekiawan
yang berfaham Wahabi, kendati organisasi ini lebih berorientasi pada masalah
social keagamaan, namun kelahirannya dibumi pertiwi ini menyebabkan keretakan
diantara Muslim Indonesia yang pada umumnya berhaluan faham Ahli Sunnah Wal
jamaah,
Propaganda yang dilakukan oleh cendekiawan wahabi
ialah dengan melakukan pendekatan pada masyarakat awam, setelah terpedaya
kemudian mereka mengeluarkan trik-trik baru yang justru lebih berbahaya
dampaknya, yaitu dengan menanamkan benih-benih permusuhan dan rasa sentiment
pada para ulama' salaf dan golongan yang tidak sefaham dengan mereka.
3. Faham Ahmadiyah
Pendiri golongan ini bernama Mirza Ghulam Ahmad, ia
dilahirkan didesa Qodliyan Punjab Pakistan pada tahun 1836 M. dia tidak hanya
mengaku sebagai imam Mahdi yang ditunggu, Mujaddid dan juru selamat,tetapi
stelah ia berumur 54 tahun ia memproklamirkan diri sebagai nabi yang paling
akhir sesudah nabi Muhammad SAW dan benar-benar mendapatkan wahyu dari Allah
SWT.
Poin-Poin
faham Ahmadiyah yang menyimpang dari Syari'at
1. Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi terahir
2. Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa yang dijanjikan.
3. Syari'at Islam belum sempurna, tetapi
disempurnakan oleh Syari'at Mirza Ghulam Ahmad.
4. Jaringan Islam Liberal
Belakangan ini gegap gempita pemikiran dan aliran
yang muncul dikalangan Islam di Indonesia begitu deras, sehingga berimplikasi
pada sebuah kebebasan yang seakan tak terbatas. Disana-sini bermunculan aliran
dan sekte-sekte, termasuk salah satunya adalah Jaringan Islam Liberal ( JIL ).
Sebagai komunitas yang berslogan " Menuju Islam
yang ramah, toleran dan membebaskan " JIL hadir layaknya sebuah alternatif
yang begitu intelektual dan cerdas. Mereka begitu Ofensif sehingga berhasil
menciptakan jaringan dengan tidak kurang dari 51 koran dan membuat radio 68 Hyang
beberapa acaranya dipancarluaskan oleh jaringan KBR 68 H diseluruh Indonesia.
Maka tak heran apabila pemikiran-pemikirannya begitu kuat mempengaruhi ummat.
Madzhab liberal merupakan aliran pemikiran Islam
Indonesia yang menekankan pada kebebasan berfikir dan tidak lagi terikat dengan
madzhab-madzhab pemikiran keagamaan ( terutama Islam ) pada umumnya, melampaui
batas-batas cara berpikir sectarian organisasi dan politik. Bagi Madzhab
liberal, yang paling penting adalah perlunya tradisi kritis dan perlunya
Dekonstruksi atas pemahaman lama yang telah berkembang ratusan tahun. Islam
seharusnya difahami secara modern dan rasional, karena Islam merupakan agama
yang rasional dan mengutamakan rasionalitas yang dalam bentuk konkritnya berupa
Ijtihad. Islam harus dipahami secara kontekstual, progressif dan emansipatoris.
Dengan pemahaman seperti ini maka Islam akan mengalami kemajuan, bukannya
kemunduran.
VII. Metode Pembentengan Aqidah Ahlu Sunnah Wal
Jamaah
Dalam membentengi aqidah Ahlus Sunnah wal jamaah agar
tetap eksis dan menjadi panutan masyarakat, tentunya perlu diterapkan metode
yang jitu dan tidak terkesan radikal. Upaya penyampaian tentang pentingnya
mempertahankan aqidah ahli sunnah wal jamaah bisa ditempuh dengan berbagai
macam cara, seperti memberikan pemahaman yang mendalam tentang hakikat aswaja
dan bahayanya mengikuti faham- faham sesat yang banyak bermunculan melalui
pertemuan- pertemuan khusus atau melalui majelis Dzikir, ketika Masyarakat
berkumpul di Masjid untuk melaksanakan Shalat atau pengajian dan berbagai
moment keagamaan lainnya.
Islam mengajarkan pada penganutnya untuk berda'wah
dan mengajak sesama menuju kejalan yang benar dengan cara-cara yang terpuji,
hal itu telah diuraikan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Seperti halnya ajaran
tentang mengajak masuk Islam dengan hikmah atau dalil dan hujjah juga dengan
mau'idlah yang ada dalam ayat Al-Qur'an, dan hal itu tentu harus dengan
menggunakan adab dan tata karma yang baik. Karena agama Islam identik dengan
nasihat yang halus dan jauh dari kekerasan.
Banyak media yang bisa kita gunakan untuk
menyampaikan nilai-nilai Aswaja kepada masyarakat luas yang selama ini masih
minim dipraktekkan sebab kurangnya rasa peduli dari para nahdliyin.
Pengoptimalan Fungsi Masjid
Sebenarnya fungsi asal dibangunnya masjid selain
untuk shalat seperti yang telah dijelaskan oleh Imam Samarqondi adalah sebagai
tempat untuk Dzikir, Takbir, Tahlil, Menyiarkan Islam dan menjauhkan dari
perbuatan syirik. Oleh sebab itu sudah saatnya para Ta'mir masjid dan pemuka
agama mengaplikasikan fungsi- fungsi tersebut dengan mengadakan Khalaqah
diwaktu-waktu tertentu untuk menyampaikan nilai-nilai faham Aswaja dengan
tujuan menyelamatkan masyarakat dari pengaruh faham yang sesat dan menyesatkan.
Oleh karenanya pengoptimalan fungsi masjid dengan
cara digunakan sebagai media penyampaian aqidah yang tegak sangat mutlaq
diperlukan dizaman sekarang, mengingat bahayanya faham-faham baru yang berkedok
Islam namun jauh melenceng dari nilai-nilai Islam secara sempurna.
Apabila upaya pengoptimalan tersebut telah kita
lakukan, sedikit banyak masyarakat akan faham tentang Aswaja dan bahaya
akiran-aliran sesat. Dan masjid yang kita miliki semakin tampak manfaat dan
fungsi-fungsinya. Jangan sampai Masjid yang kita rawat dan kita tempati
sehari-hari diambil alih oleh golongan- golongan yang tidak bertanggung jawab
seperti yang telah diberitakan dalam sebuah situs NU Online yaitu :
Kehidupan beragama di Indonesia semakin tidak aman.
Sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam telah serampangan mengambil alih
masjid-masjid milik warga (Nahdlatul Ulama) NU dengan alasan bid’ah dan
beraliran sesat.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. النحل 125
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk. "QS: An Nahl 125
فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ
أَوْ يَخْشَى طه : 44
maka berbicaralah kamu berdua ( Musa dan Harun )
kepadanya( Fir'aun ) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut." QS : Thaha 44
وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْنًا البقرة 83
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia." QS : Al Baqarah 83
Ayat-ayat diatas menjelaskan pada Ummat Islam bahwa
ajakan menuju jalan Allah yang oleh ulama' ditafsiri dengan Agama Islam harus
dengan menggunakan Hikmah, dan hikmah yang dimaksud dalam ayat tersebut diatas
oleh ulama ditafsiri dengan burhan (dalil) atau hujjah, Allah juga
memerintahkan untuk mengajak dengan Mau'idlah atau peringatan yang bagus.
Dalam surat Thaha diatas Allah memerintahkan pada
nabi Musa dan Harus AS. Untuk bertutur kata yang halus kepada Fir'aun, agar
Fir'aun bisa sadar atau takut kepada Allah. Sampai selentur itu ajaran Allah untuk
berda'wah, padahal kita ketahui bersama bagaimana kekejaman dan kerasnya
fir'aun dalam menentang agama Allah SWT. Demikian Pengertian Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah (ASWAJA) Semoga Postingan Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA)
ini bisa memberikan penjelasan yang bermanfaat buat kita semua AMIN.
Pengertian Ahli Sunnah Wal Jama’ah
dari Segi Syari’at dan Istilah
Kalau kita mau merenungkan makna-makna dalam kalimat
as sunnah dan makna-makna dalam kalimat al jama’ah, seperti yang disinggung
dalam beberapa nash syari’at, dan seperti yang diungkapkan serta dipahami oleh
para salafus saleh, kita akan tahu dengan jelas bahwa hal itu hanya cocok dan
sesuai dengan golongan ahli sunnah wal jama’ah.
Siapa sebenarnya mereka? Apa sifat-sifat mereka? Dan
apa manhaj mereka? Berdasarkan hal itu kita bisa mengidentifikasi siapa
sejatinya ahli sunnah wal jama’ah dari beberapa segi sekitar yang menyangkut
sifat-sifat mereka, ciri-ciri mereka, manhaj mereka, dan definisi mereka
menurut kaca mata orang-orang salafus saleh bahwa yang dimaksud ialah mereka.
Sebab, pemilik rumah itu jelas yang paling tahu isi rumahnya, dan walikota itu yang
paling tahu rakyatnya.
Di antara segi tinjauan yang memungkinkan kita bisa
mengetahui siapa ahlu sunnah wal jama’ah itu ialah:
Pertama, sesungguhnya mereka adalah para sahabat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah ahli sunnah, yakni orang-orang
yang mengajarkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengutipnya, dan membawanya
baik dalam bentuk riwayat atau dirayat atau manhaj. Jadi merekalah yang paling
dahulu mengenal sekaligus mengamalkan as sunnah.
Kedua, selanjutnya ialah para pengikut sahabat
Rasaulullah shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah yang menerima tongkat
estafet agama dari para sahabat, yang mengutip, yang mengetahui, dan yang
mengamalkannya. Mereka adalah para tabi’in dan generasi yang hidup sesudah
mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari
kiamat kelak. Mereka itulah sejatinya ahli sunnah Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam. Mereka berpegang teguh padanya, tidak membikin bid’ah macam-macam,
dan tidak mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang yang beriman.
Ketiga, ahli sunnah wal jama’ah, mereka adalah para
salafus saleh, yakni orang-orang yang setia pada Al Qur’an dan as sunnah, yang
konsisten mengamalkan petunjuk Allah dan Rasulullahshallallahu alaihi wa
sallam, yang mengikuti jejak langkah peninggalan para sahabat, para tabi’in,
dan pemimpin-pemimpin pembawa petunjuk umat, yang jadi tokoh panutan dalam
urusan agama, yang tidak membikin bid’ah macam-macam, yang tidak menggantinya,
dan yang tidak mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dalam agama Allah.
Keempat, ahli sunnah wal jama’ah ialah satu-satunya
golongan yang berjaya dan mendapat pertolongan Allah sampai hari kiamat nanti,
karena merekalah yang memang cocok dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa
sallam:
“Ada segolongan dari umatku yang selalu membela
kebenaran. Mereka tidak merasa terkena mudharat orang-orang yang tidak
mendukung mereka sampai datang urusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan
seperti itu..”
Dalam satu lafazh disebutkan:
“Ada segolongan umatku yang senantiasa menegakkan perintah
Allah….”
Kelima, mereka adalah orang-orang yang menjadi asing
atau aneh ketika dimana-mana banyak orang yang suka mengumbar hawa nafsu,
berbagai kesesatan merajalela, bermacam-macam perbuatan bid’ah sangat marak,
dan zaman sudah rusak. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullahshallallahu alaihi
wa sallam:
“Semula Islam itu asing dan akan kembali asing.
Sungguh beruntung orang-orang yang asing.”
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
“Sungguh beruntung orang-orang yang asing, yakni
beberapa orang saleh yang hidup di tengah-tengah banyak manusia yang jahat.
Lebih banyak orang yang memusuhi mereka daripada yang taat kepada mereka.”
Sifat tersebut cocok dengan ahli sunnah wal jama’ah.
Keenam, mereka adalah para ahli hadist, baik riwayat
maupun dirayat. Karena itulah kita melihat para tokoh kaum salaf menafsiri al
tha’ifat al manshurat dan al firqat al najiyat, yakni orang-orang ahli sunnah
wal jama’ah, bahwa mereka adalah para ahli hadist. Hal itu berdasarkan riwayat
dari Ibnu Al Mubarak, Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Ibnu Al Madini, dan Ahmad
bin Sinan. Ini benar, karena para ahli hadist lah yang layak menyandang sifat
tersebut, mereka adalah para pemimpin ahli sunnah.
Mengomentari kalimat al tha’ifat al manshurat Imam
Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Kalau yang dimaksud dengan mereka bukan ahli
hadist, saya tidak tahu lalu siapa lagi?!”
Al Qadhi Iyadh mengatakan: “Sesungguhnya yang
dimaksud dengan mereka oleh Imam Ahmad ialah ahli sunnah wal jama’ah, dan orang
yang percaya pada madzhab ahli hadist.”
Menurut saya, seluruh kaum muslimin yang tetap
berpegang pada fitrah aslinya dan tidak suka menuruti keinginan-keinginan nafsu
serta tidak suka membikin berbagai macam bid’ah, mereka adalah ahli sunnah.
Mereka mengikuti jejak langkah ulama-ulama mereka berdasarkan petunjuk yang
benar.
Kenapa Dinamakan Ahli Sunnah Wal Jama’ah?
Dinamakan ahli sunnah, karena mereka adalah
orang-orang yang berpegang pada sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
“Kalian harus berpegang teguh pada sunnahku.”
Adapun as sunnah ialah, syara’ atau agama, dan
petunjuk lahir batin yang diterima oleh sahabat dari Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam, lalu diterima oleh para tabi’in dari mereka, kemudian diikuti
oleh para pemimpin umat dan ulama-ulama yang adil yang menjadi tokoh panutan,
dan oleh orang-orang yang menempuh jalan mereka sampai hari kiamat nanti.
Berdasarkan hal inilah maka orang yang benar-benar
mengikuti as sunnah disebut sebagai ahli sunnah. Merekalah yang sosok dengan
kenyataan tersebut.
Sementara nama al jama’ah, karena mereka berpegang
pada pesan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam untuk setia pada jama’ah atau
kebersamaan. Mereka bersama-sama sepakat atas kebenaran, dan berpegang teguh
padanya. Mereka mengikuti jejak langkah jama’ah kaum muslimin yang berpegang
teguh pada as sunnah dari generasi sahabat, tabi’in, dan para pengikut mereka.
Mengingat mereka bersama-sama bersatu dalam kebenaran, bersama-sama bersatu
ikut pada jama’ah, bersama-sama bersatu taat pada pemimpin mereka, bersama-sama
bersatu melakukan jihad, bersama-sama bersatu tunduk kepada para penguasa kaum
muslimin, bersama-sama bersatu mengerjakan yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar, bersama-sama bersatu mengikuti as sunnah, dan bersama-sama bersatu
meninggalkan berbagai perbuatan bid’ah, perbuatan yang terdorong oleh
keinginan-keinginan nafsu, serta perbuatan yang mengundang perpecahan, maka
merekalah jama’ah sejati yang mendapat perhatian Rasulullah shalallahu alaihi
wa sallam.
Terakhir kita sampai pada sebuah kesimpulan yang
konkrit bahwa nama dan sifat ahli sunnah wal jama’ah adalah istilah yang
bersumber:
Pertama, dari sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam ketika beliau menyuruh dan berpesan kepada kaum muslimin untuk berpegang
teguh padanya, sebagaiman sabda beliau, “Berpegang teguhlah kalian pada
sunnahku”, ketika beliau menyuruh dan berpesan kepada mereka untuk setia pada
jama’ah, dan melarang menentang serta memisahkan diri darinya. Jadi nama ahli
sunnah wal jama’ah adalah nama pemberian Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
Beliaulah yang menyebut mereka seperti itu.
Kedua, dari peninggalan sahabat dan para salafus
saleh yang hidup pada kurun berikutnya. Peninggalan tersebut menyangkut ucapan,
sifat, dan tingkah laku mereka. Nama itu sudah mereka sepakati bersama dan menjadi
sifat para pengikutnya. Peninggalan-peninggalan mereka itu ada pada karya-karya
mereka yang tertulis dalam kitab-kitab hadist dan atsar.
Ketiga, istilah ahli sunnah wal jama’ah adalah
keterangan syari’at yang didukung dengan kenyataan yang benar-benar ada.
Istilah itu membedakan antara orang-orang yang setia pada kebenaran dari
orang-orang yang suka membikin bid’ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa
nafsu. Ini berbeda dengan anggapan sementara orang yang mengatakan, bahwa ahli
sunnah wal jama’ah adalah sebuah nama yang muncul di tengah perjalanan zaman.
Nama ini baru ada di trngah-tengah perpecahan kaum muslimin. Padahal sebenarnya
tidak begitu. Itu anggapan yang keliru. Ahli sunnah wal jama’ah adalah istilah
atau nama ala syari’at yang berasal dari kaum salaf umat Islam. Artinya, ia
sudah ada semenjak zaman sahabat dan para tabi’in yang hidup pada
periode-periode awal Islam.
Mengenai anggapan sementara orang yang sudah menjadi
budak nafsu bahwa ahli sunnah itu hanya terbatas pada orang-orang salaf mereka
saja, dan bahwa yang dimaksud dengan salafus saleh adalah orang-orang yang
mengikuti madzhab mereka, itu memang benar. Anggapan tersebut tidak keliru,
karena salafus saleh memang ahli sunnah. Begitu pula sebaliknya, baik ditinjau
dari pengertian syari’at maupun kenyataannya, sebagaimana yang sudah saya
kemukakan di atas. Jadi siapa yang tidak mengikuti madzhab salaf dan tidak
menempuh manhaj serta jalan mereka, berarti ia telah memisahkan dari as sunnah
dan jama’ah.
Perlu kita katakan kepada orang-orang sesat yang
meng-ingkari as sunnah dan para pengikutnya, bahwa itulah yang dimaksud as
sunnah, dan mereka itulah para pengikutnya yang bernama ahli sunnah wal
jama’ah. Jika kita berpaling dan menolak ucapan yang benar ini, maka kita hanya
bisa mengingatkan mereka apa yang pernah dikatakan oleh Nabi Nuh alaihi salam
kepada orang-orang yang berpaling dari seruan dakwahnya, seperti yang tertuang
dalam firman Allah Ta’ala ini:
“Berkata Nuh, ‘Hai kaumku, bagaiman pikiranmu, jika
aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberi-Nya aku rahmat dari
sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apakah akan kamu paksakan kamu
menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?”
Apakah Mereka Dibatasi Oleh Ruang dan Waktu?
Ahli sunnah wal jama’ah itu tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu. Mereka banyak terdapat di sebuah negara, namun sedikit di negara
lainnya. Mereka terdapat banyak pada suatu kurun zaman, tetapi hanya sedikit
pada kurun zaman yang lain. Tetapi yang jelas mereka selalu ada di mana dan
kapan saja.
Di tengah-tengah mereka terdapat tokoh-tokoh
terkemuka yang menjadi pelita kegelapan dan hujjah Allah terhadap makhluk-Nya
hingga hari kiamat nanti. Dan karena jasa merekalah terwujud janji Allah yang
akan menjaga agama ini.
Dengan demikian jelaslah siapa sebenarnya ahli sunnah
wal jama’ah? Siapa itu salafus saleh? Pernyataan golongan-golongan tertentu
yang mengaku sebagai ahli sunnah wal jama’ah tetapi nyatanya mereka justru
memisahkan diri dari as sunnah dan jama’ah, serta menyerang para salafus
saleh atau sebagian dari mereka, adalah
pernyataan yang ditolak berdasarkan ketentuan-ketentuan syari’at, dasar-dasar
ilmiah, dan fakta-fakta sejarah.
Demikian pula harus ditolak pengakuan-pengakuan bahwa
seluruh kaum muslimin itu setia pada sunnah. Pengakuan seperti itu selain
mendustakan berita dari Allah dan Rasul utusan-Nyashalallahu alaihi wa sallam
yang menyatakan bahwa ada perpecahan, juga berlawanan dengan kenyataan yang
ada.
Demikian pula dengan pernyataan dan
pengakuan-pengakuan lainnya.
Berdasarkan hal itu, maka sesungguhnya as sunnah
bukanlah partai atau semboyan atau aliran yang dianut secara fanatik. Tetapi ia
merupakan warisan peninggalan Nabi, mtode yang benar, jalan yang lurus tali
yang kuat, dan jalan orang-orang beriman yang terang seterang siang. Siapa yang
berpaling darinya pasti ia akan celaka.
Berbagai kesalahan, kekeliruan, dan bid’ah yang
dilakukan oleh orang-orang ahli bid’ah atau oleh orang-orang yang mengaku
sebagai ahli sunnah, itu sama sekali bukan dari ajaran as sunnah dan bukan
mengikuti manhaj yang benar.
Bilakah lahirnya nama Ahlus Sunnah Waljamaah ?
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin
dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada
syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando
Rasulullah SAW.
Bila ada masalah atau beda pendapat antara para
sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para sahabat saat itu tidak
sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.
Kemudian setelah
Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya
terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya
bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah,
meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan
oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus
faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih
perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham
yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu
bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok
sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan
lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu
golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan
dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan
golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah
Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus
shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa
golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah
golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama
sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah
akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah
dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah
Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan
ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan
yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran
Islam.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu
sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan
Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya
kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita
sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan
mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli
bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.
Demikian sekilas lahirnya nama Ahlus Sunnah
Waljamaah.
Sunni
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Artikel ini adalah bagian dari seri tentang:Islam
Rukun Iman[tampilkan]
Rukun Islam[tampilkan]
Teks dan hukum[tampilkan]
Sejarah dan pemimpin[tampilkan]
Denominasi[tampilkan]
Budaya dan masyarakat[tampilkan]
Topik terkait[tampilkan]
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah atau Ahlus-Sunnah wal
Jama'ah (Bahasa Arab: أهل السنة والجماعة)
atau lebih sering disingkat Ahlul-Sunnah (bahasa Arab: أهل السنة) atau Sunni adalah mereka yang senantiasa
tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an dan hadits yang shahih dengan
pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Sekitar 90% umat Muslim
sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.
Terminologi
Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah
dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah berada di
atasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah yang sebenarnya
adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallamdan orang-orang
yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.
Sejarah
Perang saudara
Perselisihan dimasa kekhalifahan ke-2
Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka terjadilah
kesalahpahaman antara golonganMuhajirin dan Anshar siapa yang selanjutnya
menjadi pemimpin kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan
perselisihan antar kaum muslimin Muhajirin dan Anshar. Setelah masing-masing
mengajukan delegasi untuk menentukan siapa Khalifah pengganti Rasulullah.
Akhirnya disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai
Khalifah.
Fitnah dimasa kekhalifahan ke-3
Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan,
terjadi fitnah yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu, yang
mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman. Pembunuhnya ialah suatu rombongan
delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin Saba' dari Mesir yang hendak
memberontak kepada Khalifah dan hendak membunuhnya. Abdullah bin Saba' berhasil
membangun pemahaman yang sesat untuk mengadu domba umat Islam untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat banyak saat itu, terutama
disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan terhadapUtsman, berhasil membunuh
beliau dengan sadis ketika beliau sedang membaca Qur'an.
Fitnah dimasa kekhalifahan ke-4
Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan
bertubi-tubi. Orang-orang yang terpengaruh Abdullah bin Saba' terus menerus
mengadu domba para sahabat. Usaha mereka berhasil. Para sahabat salah paham
mengenai kasus hukum pembunuhan Utsman. Yang pertama berasal dari janda
Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama dengan Thalhah dan yang kedua ialah
bersama dengan Zubair. Mereka berhasil diadu domba hingga terjadilah Perang
Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian oleh Muawiyah yang diangkat oleh Utsman
sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang Shiffin. Melihat
banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang berselisih mengadakan
ishlah atau perdamaian. Para pemberontak tidak senang dengan adanya perdamaian
di antara kaum muslimin. Kemudian terjadi usaha pembangkangan oleh mereka yang
pada awalnya berpura-pura/munafik dan merekalah golongan yang disebutKhawarij.
Tahun Jama'ah
Kaum Khawarij ingin merebut kekhalifahan. Akan
tetapi, terhalang oleh Ali dan Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk
membunuh keduanya. Ibnu Muljam dari Khawarij berhasil membunuh Khalifah Ali
pada saat khalifah mengimami salat subuh di Kufah, tapi tidak terhadapMuawiyah
karena dijaga ketat. Bahkan Muawiyah berhasil mengkonsolidasikan diri dan umat
Islam, berkat kecakapan politik dan ketegaran kepemimpinannya. Karena belajar
oleh berbagai pertumpahan darah, kaum muslim secara pragmatis dan realistis mendukung
kekuasaan de factoMuawiyah. Maka tahun itu, tahun 41 Hijriyah, secara khusus
disebut tahun persatuan ('am al-jama'ah).
Sunnah Madinah
Kaum muslimin mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an,
dan memperhatikan serta ingin mempertahankan sunnah Nabi di Madinah. Akhirnya
ilmu hadits yang berkembang selama beberapa abad, sampai tuntasnya masalah
pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada sekitar akhir abad ke-3
hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi hadis dan menghasilkan al-Kutub
al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H),
Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275), al-Turmudzi (w. 279 H), dan
al-Nasa'i (w. 303 H).
Perkembangannya kemudian
Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih
dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat
mazhab yang ada di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada
masa perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah.
Mazhab/aliran Fikih
Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh
Muslim Sunni. Di dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid
untuk diikuti. Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat
fundamental. Perbedaan mazhab bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan) tapi lebih
pada tata cara ibadah. Para Imam mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad
dalam hal yang memang tidak ada keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau
untuk menentukan kapan suatu hadis bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya
dengan hadis-hadis lain dalam tema yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa
mengetahui dasarnya adalah terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara
ibadah masih dibolehkan, karena rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan beliau
memang tidak pernah memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu mencari
dalil-dalilnya secara langsung, karena jika hal itu wajib bagi setiap muslim
maka tidak cukup waktu sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat mudah.
Hanafi
Didirikan oleh Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah
yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 32%), penganutnya banyak terdapat
di Asia Selatan Turki, Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa),
Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran
Syafi'i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).[rujukan?]
Maliki
Didirikan oleh Imam Malik, diikuti oleh sekitar 20%
muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat dan
Utara.[rujukan?] Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup
penduduk madinah sebagai sumber hukum karena Nabi Muhammad hijrah, hidup dan
meninggal di sana dan kadang-kadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari
hadits.
Syafi'i
Dinisbatkan kepada Imam Syafi'i memiliki penganut
sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar di Turki, Irak, Syria, Iran,
Mesir, Somalia, Yaman, Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina,Sri Lanka dan
menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.[rujukan?]
Hambali
Dimulai oleh para murid Imam Ahmad bin Hambal. Mazhab
ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung
Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di Arab Saudi.[rujukan?]
Tidak ada komentar :
Posting Komentar