Kemana mencari mata
tuk melihat apa yang telah tertulis
dalam kehidupan,
Jika tak pernah mengerjakan sesuatu
dengan otak jernih.
Mana mungkin bisa memahami
yang tersirat dalam berbagai guratan
warna-warni kehidupan,
Kalau hanya mengangkuhkan ingin diri
tanpa memahami tawa, tangis dan gundahnya
hati kehidupan itu sendiri.
Penilaian yang akurat dan lebih mendekati
kebenaran sejati itu adalah
kejernihan otak dan lembutnya hati.
Sabtu, 24 Agustus 2013
Akan ke manakah
Akan ke manakah angin melayang
Tatkala turun senja nan muram
Pada siapa lagu kuangankan
Kelam dalam kabut rindu tertahan
Datanglah engkau berbaring di sisiku
Turun dan berbisik tepat di sampingku
Belenggulah seluruh tubuh dan sukmaku
Kuingin menjerit dalam pelukanmu
Akan kemanakah berarak awan
Bagi siapa mata kupejamkan
Pecah bulan dalam ombak lautan
Dahan-dahan di hati berguguran
Pada siapa lagu kuangankan
Kelam dalam kabut rindu tertahan
Datanglah engkau berbaring di sisiku
Turun dan berbisik tepat di sampingku
Belenggulah seluruh tubuh dan sukmaku
Kuingin menjerit dalam pelukanmu
Akan kemanakah berarak awan
Bagi siapa mata kupejamkan
Pecah bulan dalam ombak lautan
Dahan-dahan di hati berguguran
Akhirnya Ku Temukan
AAkhirnya akan sampai di sini
Di amanat Ilahi Rabbi
Orang-orang tak lagi bisa menanti
Zaman harus segera berganti pagi
Aku tangiskan teririsnya hati
Para kekasih di dusun-dusun sunyi
Terlalu lama mereka didustai
Sampai hanya Tuhan yang menemani
Ya Allah......
Sudah tak bisa diperpanjang lagi
Kesabaran mereka, ketabahan mereka
Sesudah diremehkan dan dicampakkan
Ya Allah
Wajah-Mu terpancar dari derita mereka
Bukalah rahasia-Mu
Sesudah maut yang tak terduga itu
Datanglah kelahiran yang baru
Akhirnya akan sampai di sini
Di arus gelombang yang sejati
Kalau perahu itu adalah tangan-Mu sendiri
Tak akan ada yang bisa menghalangi
Akhirnya akan sampai di sini
Di amanat Ilahi Rabbi
Orang-orang tak lagi bisa menanti
Zaman harus segera berganti pagi
Aku tangiskan teririsnya hati
Para kekasih di dusun-dusun sunyi
Terlalu lama mereka didustai
Sampai hanya Tuhan yang menemani
Ya Allah
Sudah tak bisa diperpanjang lagi
Kesabaran mereka, ketabahan mereka
Sesudah diremehkan dan dicampakkan.
Ya Allah
Wajah-Mu terpancar dari derita mereka
Bukalah rahasia-Mu
Sesudah maut yang tak terduga itu
Datanglah kelahiran yang baru.
Akhirnya akan sampai di sini
Di arus gelombang yang sejati
Kalau perahu itu adalah tangan-Mu sendiri
Tak akan ada yang bisa menghalangi.
MH.
MH.
Merangkul Pagi
Merangkul pagi yang sedikit muram
Sambil menyentuh pandang penuh ilalang
Sesekali tersandung batu menyeringai
Berkali-kali tersambar bidik petir yg melambai
Meraung tanpa terdengar telinga
Karena suara tersendak oleh aliran kali ungu
Menjembatani kucing yang menyeberang
Menuju gerbang maharani
Bertemankan setitik debu putih sedikit bercahaya.
Ku peroleh detak jantung yang berdenyut kencang
didadamu.
Menyiapkan jalan arus air yang kan mengalir
Tertunduk bertitahkan sendu bersama tetesan air
mata
Menyayatkan luka dalam tawa
Merumuskan kata dalam dada
Sedang mulut tak mampu bicara,
Ku cukupkan hembus angin tuk bisikkan
Agar tak ada kepalsuan yang mampu merusak kesucian.
Mabuk yang Aneh
Saat terbengkalai bersarang menjiwai rasa
Seikat rayu membui dalam gumpalan fikir
Tak berdaya mencaci hati menghalau ketidak warasan
Mata sayu tak mampu pancarkan cahayanya,
Telinga menyambut suara sedikit samar,
Kaki tangan lunglai selembar daun,
Tubuh terhampar menjilat punggung bumi.
Disanalah taman bunga yang penuh pesona,
Disitulah kebun korma yang sedang kemerah-merahan
buahnya,
Disinilah kotoran dan sampah yang tersenyum
Sedang aku merebahkan sekujur tubuh padamu.
Aku tertawa, sedang aku sendiri.
Aku menangis, sedang tak terluka.
Aku berkata tersimak dalam tidur berbicara.
Semua tertumpuk dalam akal yang tak sehat,
Bukan gila jika aku masih mengingatmu.
Mungkin mabuk, tapi tak kenal muntah.
Disaat itulah keanehan yang berkilau.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)