Senin, 27 Oktober 2014

Pucuk Rindu

Dikediaman pucuk Rindu
Tersisa bait puisi bisu
Mengisyaratkan rasa malu
Tersirat butiran sekecil debu
Dalam kisah riuh tawa palsu
Disetiap lapis dinding kalbu

Pernah kutarik pelatuk senjata
Erat perlahan terlepas menuju mata
Amunisi khusus sebesar biji korma
Terarah jelas sampai dititik jiwa
Memporak-porandakan darma
Menyucup keluh-kesah dipundak dewa
Mulutmu berkali-kali ucapkan kata
Sekedar silat lidah itu ku anggapnya

Disitulah letak kepandaianmu bertempat
Disitulah langkah indahmu memikat
Disitulah jarak dengan sengaja kau buat
Entah itu langkah kakimu bertabiat
Atau hanya perlambang sengaja kau sayat
Hanyalah bisa menilai ketika mata melihat
Hanya untuk mendengar saat lidah bersilat
Hanya bisa menyentuh wujud yang padat

Jika tak berujung turun hujan
Jangan kau mendungkan awan
Jika pagi yang kau inginkan
Janganlah malam yang kau lupakan
Jika hidup yang kau idamkan
Jangan pernah berhenti berjalan

Hidup adalah jalan
Jalan perlu tujuan
Tujuan itulah kesatuan

Kesatuan adalah milik Tuhan

Sabtu, 18 Oktober 2014

Ku Temui Engkau

Ku temui engkau dalam indah tidurku
Engkau datang dengan lilin ditanganmu
Mengajak hatiku terpesona penuh malu

Ingin kunyatakan rasa rindu dengan kata-kata biasa
Sehingga engkau mudah memahaminya
Namun apalah daya jika lidahku terluka
Ku hanya bisa haturkan pesona
Meski sedikit kaku kau telan dengan mata
Meski tak pernah engkau sadar akan makna
Meski tak pernah engkau bisa memahaminya

Wahai yang jiwamu tertata rapi dihatiku...
Waktu takkan pernah sabar menunggu
Seberapa lamakah hatiku kan terganggu
Selama itulah ruhku kan tertawa dengan rindu
Dua mata yang kumiliki tak ubahnya matamu
Dua telinga juga tak berbeda dengan kedua mataku
Dan bahkan seluruh tubuhku adalah tubuhmu


Engkaupun tau bahwa  jiwaku hanyalah milikmu.