Kamis, 10 September 2015

Mendung Malam

Mendung malam menangis sedih dipucuk ilalang
Warna kuning senja sembunyi dalam jubah petang
Ingin mandi dan bersihkan kaki masihlah malu terbilang
Si-kecil sudah bersih, wangi nan mungil bak kunang-kunang

Mendung malam menangis sedih dipucuk ilalang
Malamku menidurkan senyum senja berjalan
Didepanku kau tebarkan warna senyuman
Aku yang percaya diri membaca warna dalam senyuman
Senyum itu manis tertuju hanya padaku terlantunkan
Meski disitu terlalu banyak mata selainku terjumlahkan

Mendung malam menangis sedih dipucuk ilalang
Malam kusemat dalam setiap jedanya hanya petang
Tanpa bulan pun hatiku telah benar-benar terang
Gemerlapan terpancarkan dilembaran langit tanpa bintang

Entah ini hayalku yang telah berhayal
Entah ini nyataku yang telah berhayal
Entah ini antara hayal dan nyataku yang berhayal
Ku harap ini tetaplah bersikap kekal

Mendung malam menangis sedih dipucuk ilalang
Caramu mengalahkan tak bisa kurasa
Caramu meluluhkan tak bisa kubaca
Caramu merindukan membuatku menggila
Cara-caramu membuatku jelas tak berdaya

Mendung malam menangis sedih dipucuk ilalang
Malam ini kubawa kau dalam tapak tidurku
Malam ini kuajak kau menuju lautan rindu
Malam ini kupersiapkan diri hanya setubuhimu
Hanya mala mini akan tersenyum dengan senyummu
Dan hanya senyummu yang kan memandikan hatiku

Wahai kekasih…….

Kerudung Ungu

Jelajahi malam dibelaian angin.
Menjawab dingin dengan senyuman.
Menatap awan dengan jalang.
Terhimpit kokok ayam ditelinga.
Jembatani jiwa mendekap cakrawala.
Bulan murung tak mau perlihatkan wajahnya.
Bintang tersenyum ditengah kasurnya.

Wahai embun....,
Kencangkan baju putihmu.
Biar kobaran api itu membatu.
Tak lagi marah dan menyerbu.

Pelepah pisang menari-nari.
Menyapa diamku dengan kata merdu.
Membuatku diam terbelenggu.

Aku yang berteman sepi.
Hanya bisa diam tanpa arti.
Menanti angin pengirim janji.
Darimu yang telah merasa terpatri.

Dekap erat kulit kasarku.
Sentuh mesrah bajuku.
Belailah mahkotaku.
Agar terlihat benar-benar bercumbu.
Dan jauhmu akan terasa merindu.

Kerudung ungu memperkosa pikiranku
Semakin rapuh tak tau arah menuju,
Ku temui kau dalam tidurku....

Ke Aku an-Nya

Menunjuk ramah tak selamanya hangat
Memalingkan sesaat bukanlah hal yang berat
Tindih menindih semakin terasa pedih
Tikam menikam pastilah juga akan terbungkam
Jerat menjerat nanti kau kan sekarat

Tidakkah kau kira dirimu tak lebih darinya
Tidakkah dia tak serendah yang kau kira
Keangkuhanmulah yang bernafsu
Membungkus amarah dalam kesombongan
Tak pernah berjernih fikir meski sejenak
Itulah ke aku anmu merebut ke Aku an-Nya
Yang tanpa batas itu adanya
Sudah dan sudahilah terkammu
Agar tak begitu melukaiku
Dengan cakar runcinya kuku

Engkau tak kan pernah merasakan luka itu
Engkau terlihat gembira setelah aku terluka
Engkau tertawa ketika aku berlinang air mata
Engkau tetaplah engkau..,
Sampah yang terbungkus emas permata
Terlihat indah nan menarik membius mata

Setetes Keindahan

Dua mata merayu setetes keindahan
Dua telinga mengajak bersya'ir perlahan
Dua tangan membelai mesrah penuh angan
Tercerahkan keindahan dari yang maha indah
Tercairkan sya'ir dari yang maha benar
Terbelai mesrah oleh yang maha kasih dan sayang
Tiada langkah kecuali tertuju arah padamu
Tiada rayuan tersanjungkan selainmu
Jiwa raga tak lagi ada kuasa
Susah payah bukanlah derita
Miskin kaya hanya jubah semata
Tampan dan cantik mudah terurai masa

Engkau dan aku dalam jubah yang satu
Engkau dan aku bagai lapisan debu
Engkau dan aku menyatu dalam ruang dan waktu
Sanjunganku sebatas tetes embun dingin
Kerinduanku hayalah semilir angin
Kecintaanku tiada lain sebagai cahaya lilin
Sedang engkau lebihkan dari yang ku ingin

Dekap eratlah jiwa ini dalam kasihmu
Hangatkanlah hati ini dengan rindu
Bakarlah bashirohku hingga biru
Biar nafsu tak lagi kuasai nafasku
Ku ingin merengguk manis cintamu
Tanpa ada satupun yang mengganggu
Atau membuatmu alihkan pandang dariku
Pintaku dalam setiap waktu.